Jogja, dprd-diy.go.id – Pansus BA 29 Tahun 2021 melakukan pembahasan raperda tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan berdasarkan masukan fraksi-fraksi dan masukan Gubernur pada Kamis (28/10/2021). Raker ini dipimpin oleh Ketua Pansus, Eko Suwanto dan dihadiri oleh Wakil Ketua Pansus, anggota Komisi A, Diskominfo, Kanwilkumham, Kesbangpol, Biro Hukum dan OPD DIY terkait yang bertempat di ruangan utama rapat paripurna DPRD DIY.
Pada raker kali ini, Pansus BA 29 Tahun 2021 memfokuskan pembahasannya mulai dari judul, tulisan Gubernur, menimbang dan mengingat sampai ke tulisan memutuskan. Kemudian, pada pertemuan-pertemuan selanjutnya akan dibahas Bab 1 dan seterusnya hingga finalisasi yang mendiskusikan mengenai tata bahasa dan tata letak namun tetap memiliki substansi yang terpenuhi.
Terkait dengan substansi dari judul raperda sebelumnnya yang menggunakan bahasa daerah yaitu ‘Sinau Pancasila’, Eko Suwanto menginginkan agar kata ‘sinau’ ini dapat dicantumkan kembali pada judul raperda ini. Pilhan kata Pendidikan Pancasila yakni berawal dari Sinau Pancasila dan Wawasan Kebangsaan karena Sinau Pancasila ini sudah dikerjakan selama empat tahun, akan tetapi persepsi mengenai kata ‘sinau’ ini belum teradopsi.
“Tapi kalau boleh diganti namanya perda tentang Sinau Pancasila dan Wawasan Kebangsaan itu lebih keren dan Jogja banget,” ujar Eko.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan dari Kanwilkumham juga mendukung dan akan memfasilitasi terkait adanya perubahan kata ‘pendidikan’ menjadi ‘sinau’ dalam judul raperda ini karena dapat menjadi sebuah terobosan dan hal yang menarik dalam sebuah raperda.
“Bagaimana kalau kita memasukkan bahasa daerah (sinau) dalam raperda ini? Mungkin terkait dengan istilah ‘sinau’ ini dapat menjadi semacam terobosan dan hal menarik dalam raperda,” ujarnya.
Masih terkait dengan judul raperda, Kesbangpol menginginkan adanya landasan berpikir untuk memisahkan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan dalam judul raperda ini. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam menentukan judul nantinya dapat dirunut mulai dari asal usul kata, kemudian muncul empat pilar dan pada akhirnya empat konsensus yang dapat disinkronkan dengan apa yang menjadi pemikiran bersama.
Setelah mencermati bagian per bagian yang telah dibahas, Boedi Dewantoro, selaku Wakil Ketua Pansus memberikan usulan untuk menyempurnakan pada bagian menimbang huruf c agar kata ‘pedoman’ dapat diganti dengan istilah hukum.
“Saya cenderung ‘pedoman’ ini istilahnya diganti dengan istilah hukum menjadi ‘landasan hukum’ supaya ada kepastian,” ungkap Boedi.
Sebelum rapat ini diakhiri, Stevanus C. Handoko, anggota Komisi A memberikan masukannya untuk menambahkan kata kearifan lokal pada bagian menimbang huruf b.
“Saya berharap di menimbang ini dimunculkan akarnya, sehingga dalam pasal ini dapat terlihat apa yang menjadi dasar menimbangnya atau apa yang menjadi muatan lokal. Di sini tujuannya adalah agar masyarakat memiliki jiwa kearifan lokal,” ujar Stevanus.
Terkait dengan masukan yang diusulkan oleh Stevanus, Eko menyetujui usulan tersebut dan melakukan sedikit penyempurnaan.
“Jadi, kearifan lokal sebenernya persepktif, sehingga akan lebih pas jika dimasukkan ke dalam kalimat ‘beragam suku, ras, agama, golongan, sosial ekonomi, budaya dan kearifan lokal’. Penyempurnaan ini menjadi gambaran bahwa kearifan lokal merupakan sesuatu yang kita hormati,” jelas Eko. (dta)
Leave a Reply