Jogja, dprd-diy.go.id – Ketua Komisi A Eko Suwanto menerima audiensi dari Persatuan Honorer Sekolah Negeri Indonesia (PHSNI) pada Rabu (15/1/2020). Kedatangan para tenaga pengajar ini adalah untuk memperjuangkan nasib tenaga honorer sisa K2 (GTT dan PTT) SMA dan SMK Negeri yang dilebur menjadi tenaga bantu.
Para tenaga pengajar ini menyampaikan beberapa aspirasi terkhusus kepada Komisi A, Badan Kepagawaian Daerah, dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). Setidaknya ada lima aspirasi yang disampaikan pada pertemuan yang berlangsung siang hari ini.
Pertama, sisa tenaga honorer K2 yang masa kerjanya di atas 15 – 25 tahun agar tidak disamakan dengan tenaga bantu yang baru dalam penggajian. Kedua, terdapat permasalahan bahwa gaji atau honor setiap bulan Januari terlambat hingga 2-3 bulan.
Ketiga, beberapa guru yang telah lulus dalam tes P3K tahun 2019 hingga saat ini belum mendapatkan kepastian dan kejelasan surat keterangan P3K. Keempat, agar GTT dan PTT yang sudah purna tugas mendapatkan jaminan masa purna setiap bulan sesuai gaji yang diterimanya dari pemerintah daerah. Kelima, ketimpangan yang terjadi ketika berada di bawah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mendapatkan TPP setiap bulan dan gaji ke – 13, sedangkan sejak di bawahi Disdikpora DIY tidak mendapatkan lagi.
Selain itu para guru juga menyampaikan keluhannya yang masih jarang mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus. Kurangnya pemberian beasiswa pendidikan lanjutan kepada para guru honorer ini juga menjadi salah satu aspirasi yang disampaikan terkait nasib guru honorer sisa K2.
Komisi A Terus Upayakan Kesejahteraan Guru Honorer
Eko menegaskan bahwa Komisi A terus berupaya memperjuangkan kesejahteraan dan status para guru honorer yang ada di DIY dalam bentuk kebijakan maupun konsolidasi. Menurut penjelasannya kebijakan yang diambil tentunya didasari oleh payung hukum yang ada di atasnya.
Seperti halnya terkait pemberian insentif tenaga pengajar honorer yang sudah memiliki masa kerja dalam waktu tertentu harus ditinjau kembali perundang-undangannya. Eko mengatakan bahwa permasalahannya dalam undang – undang tidak ada ketentuan mengenai tenaga bantu.
“Kami tugasnya memastikan BKD melakukan koordinasi dengan Dikpora, apakah anggaran sekian sudah diberikan kepada tenaga honorer. Kami kalau ambil keputusan harus ada payung hukumnya. Pada tahun 2020, GTT dan PTT akan dinaikan insentifnya di atas UMP,” tambahnya.
Berdasarkan penjelasan Eko nasib dan status tenaga bantu sudah lebih baik sejak adanya Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Bantu. Peraturan Gubernur ini tentunya memberikan manfaat serta kepastian hak dan kewajiban bagi tenaga honorer termasuk guru honorer.
Kepada para tenaga pengajar honorer yang hadir, Eko mengatakan Komisi A akan menindaklanjuti terkait surat keterangan P3K yang belum mendapatkan kejelasan. Komisi A juga akan membicarakan kembali mengenai peningkatan kesejahteraan dan pemberian beasiswa guru honorer.
Selain itu Eko meminta daftar kebutuhan jenis pendidikan dan pelatihan untuk GTT dan PTT. Daftar inilah yang akan menjadi acuan bagi dinas pelaksana memberikan pelatihan kepada guru honorer. (fda)
Leave a Reply